LINTAS7.NET, PACITAN – Di tengah riuhnya kegiatan awal tahun ajaran baru, dua sekolah dasar di Kecamatan Arjosari Kabupaten Pacitan justru menyimpan kesunyian yang menyayat.
Tak ada tangis bocah yang takut ditinggal orang tua, tak terdengar tawa riang anak-anak mengenal bangku sekolah untuk pertama kali. Yang tersisa hanyalah deretan kursi kosong dan papan tulis yang belum tersentuh kapur.
SD Negeri 3 Gunungsari dan SD Negeri 2 Gembong, dua sekolah yang dulu menjadi tempat belajar anak-anak desa, kini tidak mendapatkan satu pun siswa baru untuk tahun ajaran 2025/2026. Bahkan, SDN 2 Gembong yang berada di Desa Gembong kini hanya dihuni oleh tujuh siswa aktif.
“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah tanda bahwa desa mulai kehilangan denyut hidupnya,” ujar Wahyono, Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, Selasa (15/7/25).
Menurutnya, urbanisasi menjadi faktor utama. Banyak keluarga memilih pindah ke kota demi peluang ekonomi yang lebih baik. Anak-anak pun ikut serta, meninggalkan sekolah di kampung halaman yang perlahan kehilangan murid.
Dinas Pendidikan kini mempertimbangkan langkah regruping atau penggabungan sekolah sebagai solusi jangka panjang. Namun, Wahyono menegaskan bahwa keputusan ini tidak akan diambil secara gegabah.
“Kami harus berdialog dengan masyarakat. Pendidikan bukan hanya soal lokasi, tapi juga soal rasa memiliki dan kenyamanan anak-anak dalam belajar,” katanya.
Kondisi ini bukan hanya masalah lokal. Ia mencerminkan tantangan besar yang dihadapi banyak daerah pedesaan di Indonesia. Ketika penduduk pindah ke kota dan sekolah kehilangan siswanya, siapa yang akan menjaga warisan pendidikan di desa.
Sekolah-sekolah yang dulu menjadi tumpuan harapan kini terancam menjadi bangunan kosong. Dan jika tidak segera diantisipasi, ruang-ruang belajar itu mungkin hanya akan menjadi kenangan.
.