Merawat Sungai Menjaga Peradaban, Festival Resik Kali 2025 di Pacitan Menyatu dengan Alam dan Budaya

- Jurnalis

Kamis, 25 September 2025 - 04:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

LINTAS7.NET, PACITAN – Di bawah langit cerah dan gemuruh aliran Kali Jelok yang membelah Desa Sukoharjo, ratusan pasang mata menyaksikan pemandangan yang tak biasa: seorang bupati berdiri di atas rakit bambu, membacakan puisi dengan latar musik etnik dan tarian tradisional. Bukan puisi biasa, tetapi karya Sang Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang hadir langsung menyaksikan momen sakral tersebut.

Festival Resik Kali kembali digelar pada Rabu (24/9/2025), menjadi magnet spiritual, ekologis, sekaligus kultural bagi masyarakat Pacitan. Memasuki tahun ketiga pelaksanaannya, festival ini tak hanya semakin semarak, tetapi juga semakin mengakar sebagai wujud cinta masyarakat terhadap alam terutama sungai, sumber kehidupan yang selama ini setia menghidupi peradaban.

Mengusung tema dan tagline “Merawat Sungai, Merawat Peradaban”, Festival Resik Kali bukan sekadar ajang berkumpul atau pentas seni biasa. Ia adalah refleksi kolektif masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, sekaligus bentuk penghormatan kepada sungai yang menjadi nadi kehidupan desa-desa di sekitarnya.

“Kami percaya, merawat sungai berarti merawat hidup itu sendiri. Sungai bukan hanya air yang mengalir, tapi juga warisan leluhur, sumber pangan, kebudayaan, dan spiritualitas,” tutur Aminudin tokoh seni Desa Sukoharjo, salah satu penggagas festival ini.

Baca Juga :  Ogah Menyebut Berbahan Karton Tapi Duplex, Hari Ini Kotak Suara Mulai Proses Perakitan

Festival ini diawali dengan kegiatan kerja bakti bersih-bersih sungai, diikuti kirab gethek arak-arakan rakit bambu yang membawa pesan ekologis dan budaya. Warga, pelajar, pemuda, hingga seniman turut serta menapaki arus Kali Jelok, mengantar simbol-simbol kehidupan dari Balai Desa Sukoharjo menuju hilir.

Puncak acara festival adalah penampilan istimewa Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji yang membacakan puisi karya SBY. Di atas rakit bambu yang mengapung tenang, dengan iringan musik tradisional dan gerak tari, puisi itu menjelma menjadi doa, menjadi suara alam, menjadi peringatan.

“Ketika saya ingin membawakan puisi beliau, saya minta izin. Dan alhamdulillah, di tengah kesibukannya, beliau menyempatkan hadir. Beliau senang sekali,” ungkap Bupati usai pertunjukan yang disambut tepuk tangan panjang dari penonton.

SBY, yang memang berasal dari Pacitan, terlihat haru menyaksikan puisinya hidup di tengah aliran sungai dan masyarakat yang membesarkannya.

Tak hanya diisi pertunjukan seni, Festival Resik Kali juga menghadirkan kolaborasi seniman lokal dari Pacitan dan Surakarta. Musik bambu, tarian air, hingga instalasi seni dari bahan-bahan alam disajikan untuk membangun kesadaran publik tentang pentingnya menjaga lingkungan melalui pendekatan budaya.

Baca Juga :  Nyawiji-Sumrambah Daftar Jum'at Pagi

“Kita tidak bisa mengandalkan kampanye poster atau seminar saja untuk menyadarkan masyarakat soal lingkungan. Dengan seni, pesan bisa lebih menyentuh hati,” ujar salah satu seniman yang tampil, Wening, dari Sanggar Budaya Surakarta.

Festival Resik Kali membuktikan bahwa tradisi bisa menjadi kekuatan transformasi. Ketika budaya dan lingkungan dipadukan dalam satu panggung, bukan hanya estetika yang muncul, tapi juga etika: bagaimana manusia seharusnya memperlakukan alam.

Pacitan, yang selama ini dikenal dengan pesona alamnya, kini punya kekayaan lain kesadaran ekologis yang lahir dari kebudayaan masyarakatnya sendiri. Festival ini adalah cermin dari harapan bahwa masa depan yang lestari bisa dimulai dari sungai kecil, dari desa yang sederhana, dari niat baik yang terus dijaga.

Di akhir festival, senja mulai turun pelan. Rakit-rakit telah kembali ke dermaga, musik berhenti, dan lampu-lampu bambu menyala di sepanjang sungai. Tapi satu hal tetap mengalir: semangat untuk menjaga sungai, menjaga peradaban. Karena sungai bukan hanya jalur air, tapi juga jalan pulang bagi kesadaran manusia tentang makna hidup yang sebenarnya. (Red/Adv).

Berita Terkait

Talud Jalan Penghubung Desa Kembang– Plumbungan Longsor, Camat Kebonagung Himbau Warganya Lebih Berhati-hati
Hujan Turun Membawa Berkah, Tapi Jalan Purworejo–Banjarsari Kian Parah
BGN Gelar Bimtek untuk 35.000 Penjamah Pangan MBG di 38 Kabupaten/Kota Pulau Jawa
Sheila Arika Tambah Kuasa Hukum, Gandeng Advokat Senior Hadapi Kemungkinan Langkah Hukum
Spot Mancing Menawan di Plumbungan Kebonagung, Para Angler Harus Mencoba Sensasinya
Konsultan Hukum Menanggapi, Tidak Ada Panggilan dari Kepolisian Terkait Cek Senilai Rp 3 Miliar
Hari Santri, Bupati Ajak Semua Warga Ponorogo Berpakaian Ala Santri
Bantah Isu Suami Kabur dan Mahar Cek Kosong, Pasangan Pacitan Ini Masih Menikmati Bulan Madu

Berita Terkait

Jumat, 31 Oktober 2025 - 20:30 WIB

Talud Jalan Penghubung Desa Kembang– Plumbungan Longsor, Camat Kebonagung Himbau Warganya Lebih Berhati-hati

Selasa, 28 Oktober 2025 - 08:44 WIB

Hujan Turun Membawa Berkah, Tapi Jalan Purworejo–Banjarsari Kian Parah

Minggu, 26 Oktober 2025 - 13:11 WIB

BGN Gelar Bimtek untuk 35.000 Penjamah Pangan MBG di 38 Kabupaten/Kota Pulau Jawa

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 12:44 WIB

Sheila Arika Tambah Kuasa Hukum, Gandeng Advokat Senior Hadapi Kemungkinan Langkah Hukum

Jumat, 17 Oktober 2025 - 23:13 WIB

Spot Mancing Menawan di Plumbungan Kebonagung, Para Angler Harus Mencoba Sensasinya

Berita Terbaru