NGAWI. Anas Hamidi anggota Komisi I DPRD Ngawi menilai, penerapan Harga Pokok Pembelian (HPP) gabah dan beras perlu ditinjau ulang efektivitasnya. Sebab, HPP justru menghambat kerja Bulog untuk menyerap gabah dan beras dari petani.
“Terbukti pada musim panen sekarang ini harga gabah anjlok mana Bulog bertindak. Pasti alasanya macam-macam sudah saat petani diberikan kejelasan harga,” terang Anas Hamidi, Senin, (25/02/2019).
Anas yang tercatat sebagai calon legislatif (Caleg) DPRD Ngawi Dapil 6 (Paron, Kedunggalar) nomor urut 01 dari PKB mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan HPP yang tercantum dalam Instruksi presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Bulog.
Dalam regulasi, disampaikan bahwa Bulog hanya diperbolehkan melakukan pembelian di tingkat petani dan penggiling apabila harganya berada di kisaran Rp 3.700 untuk Gabah Kering Panen (GKP), Rp 4.600 untuk Gabah Kering Giling (GKG) dan Rp 7.300 untuk beras dengan fleksibilitas maksimal 10 persen.
“Kenyataan tidak sekarang harga terus merosot turun dengan alasan cuaca. Maka alangkah baik pemerintah memproteksi petani,” ulasnya.
Tambahnya, Bulog sebaiknya diberikan keleluasaan untuk menyerap beras dan tidak terpaku pada HPP. Banyak faktor yang memengaruhi serapan beras Bulog selain penerapan HPP. Misalnya musim penghujan kali ini yang tentunya juga memengaruhi jumlah beras produksi petani.
Untuk itu, Anas enyarankan sebaiknya pemerintah tidak usah fokus untuk mematok harga jual beli. Pemerintah justru sebaiknya perlu meninjau ulang untuk mencabut skema HPP yang diatur dalam aturan tersebut dan fokus menjaga stabilitas harga beras melalui operasi pasar menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog.
Sekali lagi Anas mengatakan, ketersediaan beras di gudang-gudang Bulog memberikan pengaruh besar terhadap keputusan pemerintah untuk tidak mengimpor beras di awal 2019. Apabila pemerintah tidak memberikan prioritas terhadap penyerapan dan stok beras di gudang sejak sekarang, dikhawatirkan kebijakan impor akan dilakukan kembali dengan sifat mendadak.
“Seperti diketahui jika terjadi impor beras sangat berpengaruh pada pasar domestik. Apalagi di Ngawi ini sebagai lumbungnya padi di Jawa Timur maupun nasional,” pungkas Anas Hamidi. (en*)