NGAWI. Sosok Jumirin terbukti sebagai petarung tangguh dipanggung politik. Setelah kandas dipertarungan Pilkada Ngawi 2015 lantaran rekomendasi partai politik sebagai kendaraan tidak turun, kini ia berencana macung lagi berebut kursi Bupati Ngawi melalui Pilkada 2020.
Bahkan Jumirin dengan gamblang berani menyebut kalau toh dirinya bakal berebut kursi bupati. Alasan kuat pria 47 tahun asli putra daerah ini, karena rasa keprihatinan atas kesenjangan hidup di masyarakat Ngawi selama 10 tahun terakhir.
“Saya di tahun 2020 nanti akan mencalonkan diri (bupati-red). Karena secara utuh di Ngawi ini ada kesenjangan tarap hidup dimasyarakat dan itu sebagai tumpuan dan motivasi saya untuk mencalonkan sebagai Bupati Ngawi,” terang Jumirin, Minggu, (8/9).
Tandasnya, selama kepemimpinan Budi Sulistyono/Kanang-Ony Anwar belum ada peningkatan kesejahteraan di masyarakat secara signifikan dibanding wilayah kabupaten tetangga lainya. Disebutkan pergerakan ekonomi hampir tidak ada masih jalan ditempat/stagnan terutama kemakmuran warga masyarakatnya.
Indeks perekonomian/kesejahteraan masyarakat di Ngawi sekat antara si kaya dan si miskin jurang pemisahnya sangat terlihat. Minusnya lapangan pekerjaan tanpa adanya perimbangan solusi. Padahal Ngawi sebagai satu wilayah di Jawa Timur yang cukup strategis apa lagi ditambah hadirnya ruas tol.
“Selama sepuluh tahun tidak ada satupun investor yang masuk. Ini menjadi tolok ukur mengapa di Ngawi tidak maju,dan menjadi tanda tanya besar ada apa dengan sistem pemerintahan di kab Ngawi ini .”ungkap mantan Kades Klitik pria kelahiran Jatigembol, Kedunggalar ini.
Ia menyayangkan masa kepemimpinan Kanang-Ony yang tidak mampu mengidentifikasi secara urgen kebutuhan yang diharapkan masyarakat. Padahal Ngawi sangat didukung dengan kehadiran potensi sumber daya alam maupun manusianya yang cukup.
“Menurut kaca mata saya adalah lapangan pekerjaan harus dibuka seluas-luasnya. Terbukti secara tingkat kemakmuran masyarakat yg kurang merata dan masih banyaknya warga Ngawi ini yang pindah ke daerah/kota lain mencari pekerjaan,” kata Jumirin.
Tidak hanya menyorot gagalnya sisi perekonomian, ia pun membenarkan dari pengalaman Pilkada 2015 setidaknya 99 persen kehadiran partai hanya mengusung satu kandidat sehingga proses demokrasi di Ngawi ibarat telah mati suri. Sehingga merujuk pada sistim demokrasi perpolitikan yang tidak sehat dan rentan pelaksanaan sistem pemerintahan yang terindikasi kurang bagus.
Mengapa demikian tandasnya, tidak satupun partai politik di Ngawi saat itu (2015) mempunyai calon atau orang yang dijadikan figur untuk bertarung merebutkan kursi Bupati Ngawi. Itu dapat dilihat dari calon yang diusung partai politik hanya satu.
Jumirin berdalih, apabila pembelajaran politiknya bagus akan berimbas pada proses demokrasi yang bagus pun benar benar hidup. Dan itu bisa menjadi salah satu indikator atau rujukan hidup matinya proses demokrasi. Ia berharap pada Pilkada 2020 nanti setiap partai politik yang hadir di Ngawi harus mempunyai tokoh sentral yang dicalonkan.
Pungkasnya, terkait kesiapan pencalonanya nanti Jumirin tetap berusaha dan fokus diberangkatkan dari kendaraan partai politik. Sebaliknya, apabila para tokoh partai politik tidak bisa melihat peluang dan Bergayung sambut , jalur independen pun akan ditempuh sebagai kanal menuju kesejahteraan warga masyarakat Ngawi. (pr)