NGAWI. Tidak lama lagi, Kabupaten Ngawi Jawa Timur bakal mengikuti Pilkada tahun 2020. Segenap komponen masyarakat mulai bergerak untuk mengotak-atik siapa figur yang cocok memimpin lima tahun kedepan.
Hampir setiap hari, di berbagai media massa bahkan media sosial, muncul tanggapan-tanggapan terhadap perkembangan politik terkini yang terjadi di Ngawi. Mengingat, proses politik yang diikuti masyarakat dinilai sebagai salah satu bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat.
Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana pendidikan politik itu yang sesungguhnya. Pada tulisan ini, ditulis sesuai yang dikemukakan banyak pihak. Ada sebagian tertentu menganggap Ngawi butuh calon pemimpin yang memahami ritme birokrasi.
Menelisik hal ini mereka beranggapan, masih menginginkan hadirnya wajah-wajah lama mengingat pekerjaan rumah mereka belum rampung selama 10 tahun terakhir. Tetapi tidak kalah pentingnya, sebagian warga pun lebih menilai perlu adanya perubahan akan pola perpolitikan di Ngawi selama beberapa dekade yang seakan berjalan ditempat.
“Semua asumsi atau pendapat untuk sementara kita tanggalkan dulu. Menjelang tahun politik lebih penting lagi ya pendidikan politik harus dikedepankan. Agar masyarakat itu tahu dengan sebenarnya apa yang terjadi pada pemimpin mereka selama menjabat,” terang Iyan Bagus salah satu warga Ngawi, Senin, (9/9).
Iyan berpendapat, proses demokrasi selama ini di Ngawi masih perlu ada pembelajaran yang lebih baik lagi. Semua partai politik yang masuk di wilayahnya belum sepenuhnya memberikan pendidikan politik sesuai porsinya.
Akhirnya berdampak pada indoktrinasi politik itu sendiri terhadap masyarakat. Tak ada satu pun figur yang dimunculkan menjadi alternatif pilihan masyarakat. Mereka hanya disuguhkan suatu pilihan yang sebenarnya mengabaikan rohnya demokrasi.
“Sesuai pendapat saya sejak awal kehadiran partai politik sebisa mungkin memberikan suatu gambaran akan sikap politik. Jangan sampai masyarakat selaku konstituen malah kena doktrin. Jika itu terjadi ya maaf saja kalau toh roh demokrasi akan hilang,” ulasnya.
Lebih jelasnya lagi, Ngawi butuh perubahan dari semua segmen dan lini kehidupan sosial masyarakat. Ngawi butuh gebrakan pembangunan disemua sektor. Sayangnya, pemahaman demokrasi hanya segelintir orang yang mampu mengartikulasikan. Masih banyak yang bersikap linear politik.
“Kalau politik jalan ditempat yang saat ini masih kita rasakan terus dan terjadi lagi hingga lima tahun kedepan jangan berharap sesuatu yang berlebih. Sebenarnya yang merubah itu ya kita selaku konstituen,” beber Iyan.
Pungkasnya, pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat. Sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu system politik yang ideal yang dibangun. (pr)