NGAWI – Banjir yang merendam sejumlah wilayah di Ngawi, Jawa Timur selama empat hari ternyata meninggalkan banyak catatan yang harus diselesaikan oleh pemerintah setempat. Seperti yang disampaikan Samsuhadi, Sekretaris Desa Kasreman, Kecamatan Geneng Ngawi ini.
Menurutnya, air luapan Kali Madiun yang menggenangi pemukiman datangnya cukup mendadak. Tidak ada peringatan dini seperti tiga tahun lalu yakni suara sirene dari EWS (Early Warning System). Ia minta keberadaan EWS yang terpasang di atas Kali Madiun bisa berfungsi lagi.
“Kalau dulu ada suara sirene yang berbunyi sebagai tanda datangnya akan banjir tetapi sekarang tidak. Iya minta alat itu (EWS-red) berfungsi,” ungkap Samsuhadi, Minggu, (10/3).
Keberadaan EWS atau alat pendeteksi banjir yang terpasang sejak 2013 kondisinya kini memprihatinkan. Alat tersebut terpasang di 7 titik diatas dua sungai besar antara Kali Madiun dan Bengawan Solo.
Sayangnya, usaha BPBD Ngawi kandas. Setiap kali menyurati Perum Jasa Tirta I untuk memperbaiki EWS yang rusak tidak direspon. Dalam hal ini pengelolaanya jelas dibawah Balai Besar Bengawan Solo (BBWS) dengan menunjuk Perum Jasa Tirta I sebagai pihak ketiga yang bertanggung jawab penuh terhadap alat peringatan banjir itu.
Tidak sebatas itu, Samsuhadi pun minta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi melalui BPBD untuk tanggap terhadap pencegahan maupun penanganan korban banjir. Diakui, saat ini pihak desa sudah menerima perahu fiber dari pemerintah namun belum cukup. Terutama pengadaan pelampung harus dipersiapkan.
“Pelampung harus siap, sangat efektif untuk pertolongan korban banjir. Demikian juga alat komunikasi seperti radio HT harus dipersiapkan kalau terjadi banjir jelas listrik padam tentu komunikasi dengan handphone sulit juga,” terang Samsuhadi. (en*/ant)