Refleksi Jelang Pemungutan Suara Pemilu 2019

- Jurnalis

Selasa, 16 April 2019 - 16:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Demokrasi yang Menggembirakan

Oleh: Aswika B. Arfandy *)

*) Penulis adalah C.E.O lintas7.net

RABU besok (17/4), Indonesia punya gawe luar biasa besarnya: Pemilihan Umum (Pemlu) serentak 2019. Tercatat ada 185 juta masyarakat Indonesia baik di dalam maupun luar negeri, yang dapat menyalurkan hak politiknya. Di Tempat Pemungutan Suara (TPS), masing-masing pemilih, disodori lima lembar surat suara dari berbagai pilihan politik. Mulai DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR-RI, DPD-RI hingga surat suara memilih presiden. Momen ini tentu akan menjadi catatan besar sejarah perjalanan republik ini. Bahwa pernah ada pemilihan calon anggota legislatif dan presiden secara serentak dalam waktu yang bersamaan.

Setelah masa kampanye berakhir, masuk tahapan hari tenang. Dan menjelang detik-detik hari-H pemungutan suara, justru banyak berseliweran isu-isu mengenai money politic. Biasanya disebut serangan fajar. Entah ada atau tidak, mendengar istilah tersebut, saya teringat pernah membaca sebuah meme mengenai money politic tersebut. Isinya, kalkulasi nilai suara apabila menerima serangan fajar. Isinya kurang lebih sebagai berikut: Jika anda mau dibayar Rp 100 ribu untuk memilih calon legislatif, maka ketahuilah jika Rp 100 ribu dibagi lima tahun, ketemu Rp 20 ribu setiap tahunnya. Nilai Rp 20 ribu dalam setahun, dibagi lagi menjadi 12 bulan, ketemu Rp 1.666 per bulannya. Masih dibagi lagi, apabila Rp 1.666 dibagi 30 hari, ketemnya adalah Rp 55,5 per harinya. Jadi, dikalkulasikan apabila kita menerima “Serangan Fajar” sebesar Rp 100 ribu, dianalogikan harga suara diri kita, hanya Rp 55,5 per harinya.

Amat sangat murah, pakai banget tambah nget. Jadinya amat sangat murah banget nget. Begitu apabila kaum alay menyebutnya. Itu jika yang diterima Rp 100 ribu. Bagaimana jika tidak sampai nominal itu? Apakah akan dinilai harga dirinya sangat jatuh? Kemudian timbul dalam benak saya,itu yang menerima dikalkulasi sedemikian rinci. Lalu, bagaimana yang justru tidak menerima sama sekali? Apakah dapat dikatakan tidak memiliki harga diri? Tentu tidak!

Baca Juga :  Menelisik Peta Politik Ngawi Jemput 45 Kursi

Vox populi vox dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Begitu pepatah latin menyebutnya. Apapun hasil yang akan muncul dari pemilu tersebut, merupakan murni produk pilihan masyarakat, yang direpresentasikan sebagai kehendak Tuhan. Apakah kemudian suara rakyat suara Tuhan tersebut, dapat dikalkulasi dengan hitung-hitungan di atas? Tentu tidak juga!

Sebagai representasi suara Tuhan, tentu rakyat harus bisa menjaga marwah pemilu dengan baik. Termasuk adanya potensi-potensi kecurangan juga harus bersama-sama dikawal demi suksesnya pesta demokrasi. Namanya pesta, tentu harus menggembirakan.

Pemilu serentak tahun ini, harus bisa sukses. Apabila sukses, kondisi ini dapat menjadi salah satu indikator kesuksesan rakyat Indonesia dalam berdemokrasi. Sebab, tidak mudah tahapan demi tahapan yang dilalui. Banyak sekali berita bohong atau hoax berseliweran. KPU juga tidak kalah repot menepis isu-isu tersebut. Mulai DPT dianggap bermasalah; server KPU yang dianggap bisa melakukan setting hasil rekapitulasi suara; geger adanya surat suara tercoblos di Malaysia; hingga hoax mengenai hasil pemungutan suara di luar negeri. Itulah tantangan pemilu tahun ini. Kerja ekstra dari seluruh penyelenggara pemilu, tentu patut mendapat apresiasi. Sebab tidak mudah menghadapi serangan hoax tersebut. Syukur, ujian demi ujian dapat dilalui. Hingga akhirnya hari pemungutan suara pun tiba.

Memang harus disadari, pemilu tahun ini merupakan yang pertama kali terjadi di era perkembangan dunia digital dan informasi yang begitu pesat. Banyak masyarakat Indonesia sebagai pengguna gadget canggih. Sehingga sekecil apapun informasi, bisa cepat tersebar di khalayak ramai. Saya pernah terlibat dalam sistem penghitungan cepat (quick real count) pada pemilu di bawah tahun 2010. Teknologi saat itu masih berupa pesan singkat SMS. Kemudian pada tahun 2014, teknologi yang berkembang adalah blackberry, android dan IOS. Itupun harganya masih cukup mahal. Dan pada tahun 2019 ini, masyarakat sudah banyak yang memiliki gadget berbasis android, dengan beragam media sosial di dalamnya. Kemudahan dan turunnya harga dasar perangkat teknologi inilah, yang mampu menjadikan informasi berkembang begitu cepat di masyarakat. Baik informasi yang bersifat mencerahkan, hingga menyesatkan alias hoax.

Tidak hanya itu. Pemilu serentak tahun ini, harus sukses karena sudah menelan biaya yang luar biasa besarnya. Negara harus merogoh kocek, tidak hanya merogoh tetapi juga menggerojok dana sebesar Rp 24,8 Triliun. Meningkat sekitar Rp 700 miliar dari pemilu tahun 2014. Tentu ini bukan angka yang sedikit. Saya sendiri mungkin tidak bisa membayangkan, seberapa besar tumpukan duit sebanyak itu.

Baca Juga :  Ada Apa dengan KNPI Magetan?

Dari kondisi itulah, sekali lagi, pemilu serentak 2019 ini harus sukses. Penyelenggaranya (KPU) dapat menjalankan tugas dengan penuh integritas dan rasa aman, sedangkan elemen-elemen lain seperti Bawaslu hingga masyarakat, bisa turut terlibat aktif mengawal kesuksesan pesta demokrasi tersebut. Kerjasama semua lini inilah, yang tentunya dapat menjadikan pemilu tahun ini kian sukses. Termasuk mampu mengantisipasi adanya kecurangan-kecurangan, seperti meme yang saya urai di atas. Harga diri kita lebih utama, demi menentukan nasib bangsa untuk lima tahun mendatang.

Mari kita sambut siapapun yang lolos dalam kompetisi “ritual” lima tahunan ini. Siapapun yang menang harus tetap kita hormati. Pemilu hanyalah produk rutin dari demokrasi. Sedangkan persaudaraan sifatnya abadi. Itulah sebabnya, sebagaimana istilahnya, Pesta Demokrasi, tentu pemilu ini juga harus seperti pesta: menggembirakan! Demokrasi sehat yang menggembirakan dan tetap menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan. Selamat mencoblos! (*)

Berita Terkait

Antara Perekonomian dan Peningkatan Partisipasi Pemilih
Pacitan Jadi Bullyan, Haruskah Dilawan?
Ada Apa dengan KNPI Magetan?
Menggunakan Hak Pilih dalam Pemilu adalah Sebuah Keniscayaan
Politik Uang dalam Perspektif Islam
Peran KPPS Sukseskan Pemilu
Revitalisasi Pasar Desa
Mimpi Rakyat dalam Pesta Demokrasi

Berita Terkait

Senin, 18 Maret 2024 - 19:00 WIB

Antara Perekonomian dan Peningkatan Partisipasi Pemilih

Kamis, 18 Februari 2021 - 00:16 WIB

Pacitan Jadi Bullyan, Haruskah Dilawan?

Selasa, 30 Juli 2019 - 08:36 WIB

Ada Apa dengan KNPI Magetan?

Selasa, 16 April 2019 - 16:41 WIB

Refleksi Jelang Pemungutan Suara Pemilu 2019

Senin, 15 April 2019 - 18:23 WIB

Menggunakan Hak Pilih dalam Pemilu adalah Sebuah Keniscayaan

Senin, 15 April 2019 - 18:17 WIB

Politik Uang dalam Perspektif Islam

Selasa, 9 April 2019 - 12:53 WIB

Peran KPPS Sukseskan Pemilu

Selasa, 9 April 2019 - 12:06 WIB

Revitalisasi Pasar Desa

Berita Terbaru

Situs Sungai Baksooka di Kecamatan Punung yang mendunia. (Foto:Istimewa).

Daerah

Situs Baksoka Jadikan Desa Sooka Punung Desa Tertua Dunia

Minggu, 1 Des 2024 - 21:32 WIB

Alumni Tremas sukses tekuni media sosial Tik Tok. (Foto:Istimewa).

Headline

Manfaatkan Medsos, Alumni Pondok Tremas Raup Banyak Cuan

Minggu, 1 Des 2024 - 11:25 WIB