NGAWI. Putaran pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Ngawi, Jawa Timur sudah ditetapkan pelaksanaanya. Yakni pada hari Sabtu Kliwon, 29 Juni 2019. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Ngawi pun mulai tancap gas melakukan persiapan Pilkades yang diikuti 178 desa tersebut.
Tidak ingin dijadikan ‘obyek’ pungutan liar tanpa dasar hukum pelaksanaan Pilkades DPMD Ngawi beri peringatan keras. Pada proses pendaftaran maupun penetapan calon kepala desa (cakades) panitia desa dilarang menarik biaya maupun hal lain dengan alasan administrasi kepada para cakades.
“Iya dari awal dilarang ada beban biaya atau pungutan kepada cakades. Meskipun sudah ditetapkan juga dilarang untuk itu semuanya tanpa beban biaya,” terang Kabul Tunggul Winarno Kepala DPMD Ngawi, Jum’at, (29/03/2019).
Pihaknya juga membenarkan pungutan sekecil apapun terhadap cakades tidak didasari oleh peraturan baik Perda maupun Perbup. Jika nekat melakukan pungutan yang dimaksudkan akan diproses sesuai hukum. Demikian juga terhadap masyarakat apabila mengetahui hal seperti itu segera laporkan ke pihak polisi maupun dinas terkait.
“Semua biaya pelaksanaan Pilkades serentak ini sudah di cover oleh bantuan keuangan (BK-red) bersumber APBD Kabupaten Ngawi 2019 senilai Rp 9,3 miliar. Jadi jangan panitia jangan main-main,” ulasnya.
Hal senada diungkapkan Achmad Roy Rozano Kabid Pemdes DPMD Ngawi menjelaskan, biaya yang disediakan oleh pemerintah daerah memang sudah dihitung sedemikian detail terhadap kegiatan pelaksaan Pilkades. Muaranya, penggunaan biaya itu memang se-efektifkan mungkin jangan sampai ‘jor-joran’ penggunaan anggaran.
“Yang patut kita awasi soal honor panitia pilkades jangan sampai jor-joran. Makanya masyarakat harus ikut mengawasi,” ungkap Roy.
Selain itu diterangkan, menyangkut alat peraga kampanye (APK) cakades secara individu panitia tidak menganggarkan. Hanya saja panitia memfasilitasi APK yang peruntukanya untuk sosialisasi ke pemilih. Ia juga memastikan, Pilkades serentak 2019 akan memakai sistim TPS menyesuaikan jumlah dusun.
Demikian juga teknis menghitung suara perolehan/konversi suara dari masing-masing cakades juga diatur. Model TPS harus dilakukan mengingat pada Pilkades nantinya tidak ada istilah proses pemungutan suara ulang apabila hasil penghitungan suara cakades itu terjadi draw atau angkanya sama.
Untuk menentukan siapa pemenangnya apabila hasil suaranya draw pihak panitia akan melihat persentase penyebaran perolehan suara di TPS yang ada di dusun.
Kata Roy, persentase penyebaran perolehan suara terbanyak mendasar patokan dari pemilih terbanyak dari masing-masing dusun.
Artinya, jika Cakades A mendapat 50 suara demikian pula Cakades B maka solusi untuk menentukan siapa pemenangnya akan dilihat dari penyebaran perolehan suara di TPS dusun dengan dasar jumlah pemilih terbanyak.
Contoh realnya begini, TPS I di dusun A jumlah pemilih ada 1.100 orang dan Cakades A mendapat 650 suara dan Cakades B mengantongi 250 suara sedangkan suara tidak sah ada 200 surat suara. Untuk TPS II dusun B jumlah pemilih ada 950 orang dan Cakades A berhasil mendapat 250 suara dan Cakades B mendapat 650 suara sedangkan suara tidak sah ada 50 surat suara.
Dari TPS I dusun A dan TPS II dusun B perolehan suara masing-masing Cakades baik A dan B apabila diakumulasikan sama-sama mengantongi 900 suara. Maka pemenang Pilkades ada di tangan Cakades A mengingat jumlah pemilih di TPS I dari dusun A ada 1.100 orang sedangkan di TPS II dusun B hanya 950 orang.
Mengenai tata cara pendaftaran peserta sampai penetapan cakades lanjut Roy, mekanismenya tetap menyesuaikan aturan yang terbaru tersebut. Yakni penjaringan pendaftar cakades pada tahap pertama akan dibuka selama 9 hari dan tahap kedua 20 hari.
Calon minimal harus ada dua orang dan maksimal lima orang tetapi jika lebih dari itu pihak panitia akan melakukan uji kelayakan sampai batas maksimal.
“Kendati demikian apabila dari tahap pertama dan tahap perpanjangan yang kedua masih cuma satu orang calon maka Pilkades dibatalkan dan menunggu Pilkades serentak berikutnya pada tahun 2019 mendatang,” urainya.
Ketika disinggung mengenai domisili para cakades pungkasnya, secara spesifik memang mendasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XIII/2015. Dimana seorang calon perangkat desa tidak mengikat pada domisili namun demikian perlu adanya antisipasi yang harus dibuat seperti tata tertib oleh panitia desa. (eni*)